BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan adalah salah satu
bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh
karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya
terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti
perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai
antisipasi kepentingan masa depan dan tuntutan masyarakat modern
Salah
satu ciri masyarakat modern adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang
lebih baik (improvement oriented).
Hal ini tentu saja menyangkut berbagai bidang, tidak terkecuali bidang
pendidikan. Komponen yang melekat pada pendidikan diantaranya adalah kurikulum, guru dan siswa.
Dalam proses
pembelajaran keberadaan guru sangatlah urgen, karena guru yang menentukan,
apakah tujuan pembelajaran tercapai atau
tidak?, bagaimana kompetensi siswa ?
Hasil
studi menyebutkan bahwa meski adanya peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan,
namum pembelajaran dan pemahaman siswa di tingkat dasar termasuk Madrasah
Ibtidaiyah pada beberapa materi pelajaran menunjukkan hasil yang kurang
memuaskan. Pembelajaran di tingkat sekolah dasar atau Madrasah Ibtidaiyah cenderung
text book oriented dan kurang
terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran konsep cenderung
abstrak dan dengan metode ceramah, sehingga konsep-konsep akademik kurang bisa
atau sulit dipahami. Sementara itu kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang
memperhatikan kemampuan berpikir siswa, atau dengan kata lain tidak melakukan
pengajaran bermakna, metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagai
akibat motivasi belajar siswa menjadi
sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan mekanistis (Direktorat
PLP, 2002)
Menurut
pendapat oleh Peter Sheal (1989) sesuai dengan “Kerucut Pengalaman Belajar” Dia menyatakan (hasil penelitian)
bahwa peserta didik yang hanya mengandalkan “penglihatan” dan “pendengaran”
dalam proses pembelajarannya akan memperoleh daya serap kurang dari 50%. Di
sisi lain, dalam melaksanakan proses belajar mengajar, kurang dari 20% guru
yang menggunakan alat bantu pembelajaran. Kurang dari 30% guru yang selalu mengkaitkan materi
dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga wajar apabila evaluasi hasil belajar
hasilnya belum seperti yang di harapkan.
Dampak lain dari proses pembelajaran tersebut adalah
siswa lebih sering menonton gurunya mengajar dari pada memperhatikan guru mengajar. Sehingga guru yang “lucu” apalagi memberi nilai “murah” akan menjadi favorit para siswa.
Akankah hal seperti ini kita biarkan atau bahkan dipertahankan? Atau kita akan
mendobrak dengan langkah baru? Apa yang kita lakukan dalam menyikapi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu
akan menentukan siapa diri kita sebenarnya. Apakah kita termasuk penganut status
quo atau menjadi agent of change? Guru yang ingin
terjadi adanya perubahan yang lebih baik, memang bukan sesuatu yang mudah untuk
dilakukan.
Mencermati hal tersebut di atas, perlu adanya perubahan
dan pembaharuan, inovasi ataupun gerakan perubahan mind set kearah pencapaian tujuan pendidikan pada umumnya dan
khususnya tujuan pembelajaran. Pembelajaran matematika hendaknya lebih
bervariasi metode maupun strateginya guna mengoptimalkan potensi siswa.
Upaya-upaya guru dalam mengatur dan memberdayakan berbagai variabel
pembelajaran, merupakan bagian penting dalam keberhasilan siswa mencapai
tujuan yang direncanakan. Karena itu
pemilihan metode, strategi dan pendekatan dalam mendesain model pembelajaran
yang berguna dalam mencapai iklim PAKEM
( Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan ) adalah tuntutan yang
harus diupayakan oleh guru.
Keanekaragaman model pembelajaran yang hendak di
sampaikan pada makalah ini merupakan upaya bagaimana menyediakan berbagai
alternatif dalam strategi pembelajaran yang hendak disampaikan agar selaras
dengan tingkat perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik
pada jenjang Sekolah Dasar (SD) atau Madrsah Ibtidaiyah (MI). Ini berarti tidak
ada model pembelajaran yang paling baik, atau model pembelajaran yang satu
lebih baik dari model pembelajaran yang lain. Baik tidaknya suatu model
pembelajaran atau pemilihan suatu model pembelajaran akan tergantung pada
tujuan pembelajaran, kesesuaian dengan materi yang hendak disampaikan,
perkembangan peserta didik, dan juga kemampuan guru dalam mengelola dan
memberdayakan semua sumber belajar yang ada.
Dengan Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP),
menuntut adanya keanekaragaman atau variasi dalam pembelajaran yang mengarah
pada pada PAKEM (Pembelajaran Aktif,
Kreatif, Efektif, Menyenangkan). Dengan demikian makalah ini diharapkan
bisa sebagi acuan bagi guru mata pelajaran matematika dalam proses
pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MODEL PEMBELAJARAN
Model
pembelajaran adalah sebagai suatu disain yang menggambakan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa (Didang : 2005).
Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998 : 203), pengertian strategi
(1) ilmu dan seni menggunakan sumber daya bangsa untuk melaksanakan
kebijaksanaan tertentu dalam dan perang damai, (2) rencana yang cermat mengenai
kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
Soedjadi (1999
:101) menyebutkan strategi pembelajaran adalah
suatu siasat melakukan kegiatan pembelajaran yang bertujuan mengubah keadaan
pembelajaran menjadi pembelajaran yang diharapkan. Untuk dapat mengubah keadaan
itu dapat ditempuh dengan berbagai pendekatan pembelajaran. Lebih lanjut
Soedjadi menyebutkan bahwa dalam satu pendekatan dapat dilakukan lebih dari
satu metode dan dalam satu metode dapat digunakan lebih dari satu teknik.
Secara sederhana dapat dirunut sebagai rangkaian :
teknik
metode pendekatan strategi model
Istilah “ model pembelajaran” berbeda dengan strategi
pembelajaran, metode pembelajaran, dan pendekatan pembelajaran. Model
pembelajaran meliputi suatu model pembelajaran yang luas dan menyuluruh. Konsep
model pembelajaran lahir dan berkembang dari pakar psikologi dengan pendekatan
dalam setting eksperimen yang
dilakukan. Konsep model pembelajaran untuk pertama kalinya dikembangkan oleh
Bruce dan koleganya (Joyce, Weil dan Showers, 1992)
Lebih lanjut
Ismail (2003) menyatakan istilah
Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh
strategi atau metode tertentu yaitu :
1. rasional
teoritik yang logis disusun oleh perancangnya,
2. tujuan
pembelajaran yang akan dicapai,
3. tingkah laku
mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil
dan
4. lingkungan
belajar yang diperlukan agar tujuan
pembelajaran itu dapat tercapai.
Berbedanya
pengertian antara model, strategi, pendekatan dan metode serta
teknik diharapkan guru mata pelajaran
umumnya dan khususnya matematika mampu memilih model dan mempunyai strategi
pembelajaran yang sesuai dengan materi dan standar kompetensi serta kompetensi
dasar dalam standar isi.
Pemilihan model dan metode pembelajaran menyangkut
strategi dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah perencanaan dan
tindakan yang tepat dan cermat mengenai kegiatan pembelajaran agar kompetensi
dasar dan indikator pembelajarannya dapat tercapai. Pembelajaran adalah upaya
menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan
kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru
dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Di madrasah, tindakan
pembelajaran ini dilakukan nara sumber (guru) terhadap peserta didiknya
(siswa). Jadi, pada prinsipnya strategi pembelajaran sangat terkait dengan
pemilihan model dan metode pembelajaran yang dilakukan guru dalam menyampaikan
materi bahan ajar kepada para siswanya.
Pada saat ini banyak dikembangkan model-model pembelajaran. Menurut
penemunya, model pembelajaran temuannya tersebut dipandang paling tepat
diantara model pembelajaran yang lain. Untuk menyikapi hal tersebut diatas,
maka perlu kita sepakati hal-hal sebagai berikut :
1. Siswa Pendidikan
Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah banyak yang masih berada dalam tahap berpikir
konkret. Model dan metode apapun yang diterapkan, pemanfaatan alat peraga masih
diperlukan dalam menjelaskan beberapa konsep matematika.
2. Kita tidak perlu
mendewakan salah satu model pembelajaran yang ada. Setiap model pembelajaran pasti
memiliki kelemahan dan kekuatan.
3. Kita dapat memilih salah
satu model pembelajaran yang kita anggap sesuai dengan materi pembelajaran
kita; dan jika perlu kita dapat menggabungkan beberapa model pembelajaran.
4. Model
apa pun yang kita terapkan, jika kita kurang menguasai meteri dan tidak
disenangi para siswa, maka hasil pembelajaran menjadi tidak efektif.
5. Oleh
kerena itu komitmen kita adalah sebagai berikut :
a. Kita
perlu menguasai materi yang harus kita ajarkan, dapat mengajarkannya, dan
terampil dalam menggunakan alat peraga.
b. Kita
berniat untuk memberikan yang kita punyai kepada para siswa dengan sepenuh
hati, hangat, ramah, antusias, dan bertanggung jawab.
c. Menjaga
agar para siswa “mencintai” kita, menyenangi materi yang kta ajarkan, dengan
tetap menjaga kredibilitas dan wibawa kita sebagai guru dapat mengembangkan
model pembelajaran sendiri. Anggaplah kita sedang melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas.
Model pembelajaran yang
dapat diterapkan oleh para guru sangat beragam. Model pembelajaran adalah suatu
pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu yang diterapkan agar tujuan
atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat di capai
dengan lebih efektif dan efisien.
B. Macam-Macam Model Pembelajaran
1.
Kooperatif
(CL, Cooperative Learning).
a.
Pengertian
pembelajaran kooperatif
Adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar
untuk mencapai tujuan belajar.
b.
Konsep
dasar pembelajaran kooperatif
Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan, dengan perbedaan
itu manusia saling asah, asih, asuh (saling mencerdaskan). Dengan pembelajaran
kooperatif diharapkan saling menciptakan interaksi yang asah, asih, asuh
sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya
terpaku belajar pada guru, tetapi dengan sesama siswa juga.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara
sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai
latihan hidup di masyarakat.
c.
Ciri-ciri pembelajaran kooperatif
Didalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen yang
berkaitan. Menurut Lie ( 2004 ) :
1)
Saling
ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan atau yang biasa disebut dengan
saling ketergantungan positif yang dapat dicapai melalui : saling
ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan menyelesaikan tugas,
saling ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan peran, saling
ketergantungan hadiah.
2)
Interaksi
tatap muka
Dengan hal ini dapat memaksa siswa saling bertatap muka
sehingga mereka akan berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru tetapi
dengan teman sebaya juga karena biasanya siswa akan lebih luwes, lebih mudah
belajarnya dengan teman sebaya.
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar
kelompok. Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian ini selanjutnya disampaikan
oleh guru kepada kelompok agar semua kelompok mengetahui siapa kelompok yang
memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan,maksudnya yang dapat
mengajarkan kepada temannya. Nilai kelompok tersebut harus didasarkan pada
rata-rata, karena itu anggota kelompok harus memberikan kontribusi untuk
kelompnya. Intinya yang dimaksud dengan akuntabilitas individual adalah
penilaian kelompok yang didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota secara
individual.
3)
Keterampilan
menjalin hubungan antar pribadi
Keterampilan sosial dalam menjalin
hubungan antar siswa harus diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran
dari guru juga siswa lainnya.
d.
Unsur – unsur model pembelajaran kooperatif
Menurut Roger dan David Johnson ada 5 unsur dalam model
pembelajaran kooperatif, yaitu :
1.
Positive
interdependence ( saling ketergangtungan positif )
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif
ada 2 pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan
kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu
mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu :
a) Menumbuhkan perasaan peserta didik
bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua
anggota kelompok mencapai tujuan.
b) Mengusahakan agar semua anggota
kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai
tujuan.
c) Mengatur sedemikian rupa sehingga
setiap peserta didik dalam kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan
tugas kelompok.Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang
saling mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat
dengan peserta didik lain dalam kelompok.
2.
Personal
responsibility ( tanggung jawab perorangan )
Tanggung jawab perorangan merupakan kunci untuk menjamin
semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.
3.
Face to face promotive interaction ( interaksi promotif )
Unsur ini penting untuk dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri – ciri interaksi promotif adalah :
a) Saling membantu secara efektif dan
efisien
b) Saling memberi informasi dan sarana
yang diperlukan
c) Memproses informasi bersama secara
lebih effektif dan efisien
d)
Saling
mengingatkan
e) Saling percaya
f) Saling memotivasi untuk memperoleh
keberhasilan bersama
4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota /
ketrampilan)
Dalam unsur ini berarti mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam pencapaian tujuan peserta didik, maka hal yang perlu dilakukan
yaitu :
a)
Saling
mengenal dan mempercayai
b)
Mampu
berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius
c)
Saling
menerima dan saling mendukung
d)
Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
5.
Group processing ( pemrosesan kelompok )
Dalam hal ini pemrosesan berarti menilai. Melalui pemrosesan
kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan
kegiatan dari anggota kelompok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif
untuk mencapai tujuan kelompok.
e.
Tujuan pembelajaran kooperatif
1.
Meningkatkan
hasil belajar akademik
Meskipun
pembelajaran kooperatif meliputi berbagai macam tujuan social, tetapi juga
bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas – tugas akademik.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep – konsep yang sulit.
2.
Penerimaan
terhadap keragaman
Pembelajaran
kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbada latar belakang dan kondisi
untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas – tugas bersama.
3.
Pengembangan
ketrampilan sosial
Mengajarkan
kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi untuk saling berinteraksi
dengan teman yang lain.
f.
Keuntungan penggunaan pembelajaran kooperatif
Keuntungan pembelajaran kooperatif
diantaranya adalah :
1.
Meningkatkan
kepekaan dan kesetiakawanan social
2.
Memungkinkan
para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku
sosial, dan pandangan-pandangan.
3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai – nilai sosial dan
komitmen.
5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
7. Berbagi ketrampilan sosial yang
diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan
dipraktekkan.
8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari
berbagai perspektif.
10. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan
lebih baik.
11. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan
orientasi tugas.
g.
Sintak model pembelajaran kooperatif
FASE – FASE
|
PERILAKU GURU
|
|
Fase 1 : present goals and set
Menyampaikan
tujuan dan memper siapkan peserta didik
|
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar.
|
|
Fase 2 : present information
Menyajikan
informasi
|
Mempresentasikan informasi kepada paserta didik secara verbal.
|
|
Fase 3 : organize students into learning teams
Mengorganisir
peserta didik ke dalam tim – tim belajar
|
Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara
pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang
efisien.
|
|
Fase 4 : assist
team work and study
Membantu kerja tim dan belajar
|
Membantu tim- tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.
|
|
Fase 5 : test on the materials
Mengevaluasi
|
Menguji pengetahuan
peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok- kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
|
|
Fase 6 : provide
recognition
Memberikan pengakuan atau
penghargaan
|
Mempersiapkan
cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.
|
h.
Teknik – teknik pembelajaran kooperatif
1.
Metode STAD (Student
Achievement Divisions)
Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan – kawan
dari universitas John Hopkins. Metode ini digunakan para guru untuk mengajarkan
informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penilaian
verbal maupun tertulis. Langkah – langkahnya :
a)
Para
siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing – masing
terdiri atas 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen,
baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan (tinggi, sedang, rendah).
b)
Tiap
anggota tim/kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling
membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusiantar
sesama anggota tim/ kelompok.
c)
Secara
individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu akan mengevaluasi untuk
mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
d) Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya
terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individual atau tim yang meraih
prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang –
kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu
criteria atau srandar tertentu.
2.
Metode Jigsaw
Langkah – langkahnya :
a)
Kelas
dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri 4 atau 5 siswa dengan
karakteristik yang heterogen.
b)
Bahan
akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung
jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.
c)
Para
anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk
mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk
saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut (kelompok pakar / expert
group).
d)
Selanjutnya
para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula (home
teams) untuk mengajar
anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar.
e)
Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “home teams“
para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.
3.
Metode G (Group
Investigation)
Metode ini dirancang oleh Herbet Thelen dan diperbaiki oleh
Sharn. Dalam metode ini siswa dilibatkan sejak perencanaan baik dalam
menentukan topik maupun mempelajari melalui investigasi. Dalam metode ini siswa
dituntut untuk memiliki kemampuan yang baik dalam komunikasi dan proses
memiliki kelompok.
Langkah – langkahnya
:
a)Seleksi topik
b)
Merencanakan
kerjasama
c)Implementasi
d)
Analisis
dan sintesis
e)Penyajian hasil akhir
f) Evaluasi
selanjutnya
4.
Metode struktural
Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan, yang menekankan
pada struktur – struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola – pola interaksi
siswa.
Contoh teknik pembelajaran metode struktural yaitu :
a)
Mencari
Pasangan ( Make a Match )
Dikembangkan oleh Larana Curran, dimana keunggulan teknik
ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau
topic dalam suasana yang menyenangkan. Langkah – langkahnya :
1.
Guru
menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok
untuk sesi review ( persiapan menjelang tes atau ujian ).
2.
Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3.
Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang
cocok dengan kartunya.
4.
Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain
yang memegang kartu yang cocok.
5.
Para siswa mendiskusikan penyelesaian tugas secara bersama –
sama.
6.
Presentasi hasil kelompok atau kuis.
b)
Bertukar
Pasangan
Langkah – langkahnya :
1.
Setiap
siswa mendapatkan satu pasangan ( guru bisa menunjukkan pasangannya atau siswa
melakukan prosedur / teknik mencari pasangan.
2.
Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan
pasangannya.
3. Setelah selesai setiap pasangan
bergabung dengan satu pasangan yang lain.
4.
Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan. Masing – masing
pasangan yang baru ini kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban
mereka.
5.
Temuan baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan
kemudian dibagikan pada pasangan semula.
c)
Berkirim
Salam dan Soal
Langkah – langkahnya :
1.
Guru
membagi siswa dalam kelompok berempat dan setiap kelompok ditugaskan untuk
menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok lain. Guru bisa
mengawasi dan membantu memilih soal – soal yang cocok.
2.
Kemudian
masing – masing kelompok mengirimkan satu orang utusan yang akan menyampaikan
salam dan soal dari kelompoknya.
3.
Setiap
kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok lain.
4. Setelah selesai jawaban masing –
masing kelompok dicocokan dengan jawaban kelompok yang membuat soal.
d)
Bercerita
Berpasangan
Teknik ini menggabungkankegiatan membaca, menulis,
mendengarkan dan berbicara. Langkah – langkahnya :
1.
Pengajar
membagi bahan pelajaran menjadi dua bagian.
2.
Pengajar
memberikan pengenalan topic yang akan dibahas dalam pelajaran.
3.
Siswa
dipasangkan
4.
Bagian
pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama sedangkan siswa yang kedua
menerima bagian yang kedua.
5.
Kemudian
siswa disuruh membaca atau mendengarkan bagian mereka masing –masing
6.
Sambil
membaca / mendengarkan siswa mencatat beberapa kata atau frase kunci yang ada
dalam bagian masing – masing.
7.
Siswa
berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum dibaca/ didengarkan berdasarkan
kata kunci.
8.
Setelah
selesai menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil
karangan mereka.
9.
Pengajar
membagiakan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing – masing siswa.
10.
Diskusi
mengenai topik tersebut.
e)
Dua
Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stay)
Langkah – langkahnya :
1.
Siswa
dibagi ke dalam beberapa kelompok berempat.
2.
Siswa
bekerjasama dalam kelompok berempat seperti biasa.
3.
Setelah
selesai, dua orang dari masing – masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya
dan masing – masing bertamu ke dua kelompok lain.
4.
Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan
hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
5.
Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
6.
Kelompok
mencocokan dan membahas hasil – hasil kerja mereka.
f)
Keliling
Kelompok
Langkah – langkahnya :
1.
Salah
satu siswa dalam masing – masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan
dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan.
2.
Siswa berikutnya juga ikut memberikan
kontribusinya
3.
Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa
dilaksanakan menurut arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.
g)
Kancing
Gemerincing
Langkah – langkahnya :
1.
Guru
menyiapkan satu kotak kecil yang berisi kancing – kancing atau benda kecil
lainnya.
2.
Sebelum
kelompok memulai tugasnya setiap siswa dalam masing – masing kelompok
mendapatkan dua atau tiga buah kancing ( jumlah kancing bergantung pada sukar
tidaknya tugas yang diberikan.
3.
Setiap
kali seorang siswa berbicara atau mengeluarkan pendapat dia harus menyerahkan
salah satu kancingnya dan meletakkan di tengah – tengah.
4.
Jika
kancing yang dimiliki seseorang habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai
semua rekannya juga menghabiskan kancing mereka.
5.
Think
– Pair
– Share
Langkah – langkah :
a)
Thinking : guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan
pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik.
b)
Pairing : guru meminta peserta didik berpasang – pasangan. Member
kesempatan kepada pasangan – pasangan untuk berdiskusi.
c)
Sharing : hasil diskusi intersubjektif di tiap – tiap pasangan
hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Dalam kegiatan ini
diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengkonstuksian pengetahuan
secara integratif.
6.
Numbered
Heads Together
Langkah – langkahnya :
a)
Guru
membagi kelas menjadi kelompok – kelompok kecil
b)
Guru
mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap – tiap kelompok.
Pada kesempatan ini tiap – tiap kelompok menyatukan kepalanya “ Heads Together”
berdiskusi memikirkan jawaban.
c)
Guru
memanggil paserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap – tiap kelompok
dan memberi kesempatan untuk menjawab.
d)
Guru
mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan
jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
7.
Bamboo
Dancing
Langkah – langkahnya :
a)
Pembelajaran
diawali dengan pengenalan topik oleh guru.
b)
Guru
membagi kelas menjadi 2 kelompok besar dan berpasangan.
c)
Membagikan
tugas kepada setiap pasangan untuk dikerjakan atau dibahas ( diskusi ).
d)
Usai
berdiskusi pasangan berubah dengan menggeser posisi mengikuti arah jarum jam
sehingga tiap- tiap peserta didik mendapat pasangan baru dan berbagi informasi,
demikian seterusnya hingga kembali kepasangan awal.
e) Hasil diskusi tiap – tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada
seluruh kelas
f) Guru memfasilitasi terjadinya intersubjektif, dialog interaktif, Tanya
jawab sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat diobjektivikasi dan menjadi
pengetahuan bersama seluruh kelas.
8.
Point – Counter – Point
Langkah – langkahnya :
a)
Guru memberi pelajaran yang terdapat isu – isu kontroversi.
b)
Membagi peserta didik ke dalam kelompok – kelompok dan
posisinya berhadap – hadapan.
c) Tiap – tiap kelompok diberi
kesempatan untuk merumuskan argumentasi – argumentasi sesuai dengan perspektif
yang dikembangkannya.
d)
Setelah berdiskusi maka mereka mulai berdebat
menyampaikan argumentasi sesuai pandangan yang dikembangkan kelompoknya. Kemudian minta tanggapan, bantahan atau
koreksi dari kelompok lain perihal isu yang sama.
e)
Buat evaluasi sehingga peserta didik dapat mencari jawaban
sebagai titik temu dari argumentasi – argumentasi yang telah mereka munculkan.
d.
The
Power of Two
Langkah – langkahnya :
a) Ajukan pertanyaan yang membutuhkan
pemikiran yang kritis.
b) Minta peserta didik menjawab
pertanyaan yang diterimanya secara perorangan.
c) Minta peserta didik mencari
pasangan, dan masing – masing saling menjelaskan jawabannya kemudian menyusun
jawaban baru yang disepakati bersama.
d) Membandingkan jawaban – jawaban
tersebut dengan pasangan lain sehingga paserta didik dapat mengembangkan
pengetahuan yang lebih integrative.
e) Buat rumusan – rumusan rangkuman
sebagai jawaban – jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan. Rumusan tersebut merupakan
konstruksi atas keseluruhan pengetahuan yang telah dikembangkan selama diskusi.
e.
Listening
Team
Langkah – langkahnya :
a)
Diawali dengan pemaparan meteri pembelajaran oleh guru.
b)
Guru membagi kelas menjadi kelompok – kelompok dan setiap
kelompok memiliki peran masing – masing, misalnya:
Kelompok 1 : kelompok penanya
Kelompok 2 : kelompok penjawab dengan perspektif tertentu
Kelompok 3 : kelompok penjawab dengan perspektif yang berbeda dari kelompok
2
Kelompok 4 : kelompok yang bertugas mereview dan membuat kesimpulan dari
hasil diskusi.
c)
Munculkan diskusi yang aktif karena adanya perbedaan
pemikiran sehingga dikusi menjadi berkualitas.
d)
Penyampaian berbagai kata kunci atau konsep yang telah
dikembangkan oleh peserta didik dalam diskusi.
i.
Metode – metode pendukung pengembangan
pembelajaran kooperatif
a.
PQ4R
Pengalaman awal
dapat dibangun melalui aktivitas membaca sehingga peserta didik akan memiliki
stock knowledge. Langkah – langkahnya :
a.
P
(Preview) yaitu peserta didik menemukan ide – ide pokok yang dikembangkan dalam
bahan bacaan.
b.
Q
(Question) yaitu peserta didik merumuskan pertanyaan – pertanyaan untuk dirinya
sendiri yang diarahkan pada pembentukan pengetahuan deklaratif, structural dan
pengetahuan procedural.
c.
R
(Read) yaitu peserta didik membaca secara detail dari bahan bacaaan yang
dipelajarinya sehingga paerta didik diarahkan mencari jawaban terhadap semua
pertanyaan yang dirumuskannya.
d. R (Reflect) yaitu peserta didik
memahami apa yang dibacanya.
e. R (Recite) yaitu peserta didik
merenungkan kembali apa yang dibacanya dan mampu merumuskan konsep – konsep,
menjelaskan hubungan antar konsep dan mengartikulasikan pokok – pokok penting
yang telah dibacanya.
f. R (Review) yaitu peserta didik
merangkum atau merumuskan intisari dari bahan yang telah dibacanya. Peserta
didik mampu merumuskan kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan – pertanyaan
yang telah diajukannya.
b.
Guided Note Taking
Merupakan metode catatan terbimbing yang dikembangkan agar
metode ceramah yang dibawakan guru mendapat perhatian siswa. Langkah –
langkahnya :
a)
Memberikan
bahan ajar misalnya yang berupa handout dari materi ajar yang disampaikan
dengan metode ceramah kepada peserta didik.
b)
Mengosongi
sebagian poin – poin yang penting sehingga terdapat bagian – bagian yang kosong
dalam handout tersebut
c)
Menjelaskan
kepada peserta didik bahwa bagian yang kosong dalam handout memang sengaja dibuat
agar peserta didik tetap berkonsentrasi mengikuti pelajaran.
d)
Selama
ceramah berlangsung peserta didik diminta untuk mengisi bagian yang kosong
tersebut.
e) Setelah penyampaian materi selesai,
minta peserta didik membacakan handoutnya.
c.
Snowball
Drilling
Metode ini dikembangkan untuk menguatkan pengetahuan yang
diperoleh peserta didik dari membaca bahan – bahan bacaan. Peran guru adalah
mempersiapkan paket soal – soal pilihan ganda dan menggelindingkan bola salju
berupa soal latihan dengan cara menunjuk atau mengundi. Langkah – langkahnya :
a)
Peserta
didik di tunjuk arau diundi satu persatu untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan guru.
b)
Jika
peserta didik pertama berhasil menjawab maka paserta didik tersebut berhak
menunjuk teman yang lainya untuk menjawab soal berikutnya. Tetapi jika peserta
tersebut gagal manjawab pertanyaan pertama maka
dia harus menjawab pertanyaan berikutnya hingga berhasil menjawab.
c)
Diakhir
pelajaran guru memberikan ulasan terhadap hal yang telah dipelajari peserta
didik.
d.
Concept
Mapping
Langkah – langkahnya :
a) Guru mempersiapkan potongan – potongan
kartu yang bertuliskan konsep – konsep utama.
b) Guru membagikan potongan – potongan
kartu yang bertuliskan konsep – konsep utama kepada peserta didik.
c) Memberi keempatan kepada peserta didik untuk
mencoba membuat peta yang menggambarkan hubungan antar konsep. Dan membuat
garis hubung serta menuliskan kata atau kalimat yang menjelaskan hubungan antar
konsep.
d) Kumpulkan hasil pekerjaan peserta didik
dan bandingkan dengan konsep yang benar dan dibahas satu persatu.
e) Ajak seluruh kelas untuk melakukan
koreksi atau evaluasi dan rumukan beberapa kesimpulan terhadap materi yang
dipelajari.
e.
Giving
Question and Getting Answer
Dilakukan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan dan
keterampilan bertanya dan menjawab pertanyaan.
Langkah – langkahnya :
a)
Bagikan
2 potongan kertas pada peserta didik, kemudian minta kepada peserta didik untuk
menuliskan dikartu itu (1) kartu menjawab, (2) kartu bertanya.
b)
Ajukan
pertanyaan baik dari peserta didik maupun guru tulis pada kartu bertanya.
c)
Minta
kepada peserta didik untuk memberi jawab dan menuliskannya pada kartu menjawab
dan serahkan pada guru.
d)
Jika
sampai akhir masih ada peserta didik yang memegang 2 kartu maka minta mereka
untuk membuat resume atas proes tanya jawab yang sudah berlangsung.
f.
Question
Student Have
Dilakukan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan
bertanya. Langkah – langkahnya :
a)
Membagi
kelas menjadi 4 kelompok.
b)
Bagikan
kartu kosong kepada setiap peserta didik dalam setiap kelompok.
c) Minta peserta didik menuliskan
pertanyaan yang mereka miliki tentang hal – hal yang dipelajari.
d)
Putar kartu searah jarum jam sehingga ketika setiap kartu
diedarkan pada anggota kelompok, anggota tersebut harus membacanya dan
memberikan tanda (v) jika pertanyaan terebut dianggap penting. Putar hingga ampai kapada pemiliknya kembali.
e)
Periksa
pertanyaan mana yang memperoleh suara yang banyak dan bandingkan dengan
perolehan anggota lain. Pertanyaan yang mendapat suara terbanyak menjadi milik
kelompok.
f)
Setiap
kelompok melaporkan pertanyaan tersebut secara tertulis dan guru memeriksa.
Setelah diseleksi pertanyaan dikembalikan kepada peserta didik untuk dijawab
secara mandiri maupun kelompok.
g.
Talking
Stick
Metode ini mendorong peserta didik
untuk berani mengemukakan pendapat. Langkah
– langkahnya :
a) Guru menjelaskan materi pokok yang akan
dipelajari.
b) Peserta didik diberi kesempatan untuk
membaca dan mempelajari materi tersebut.
c) Guru meminta kepada peserta didik untuk
menutup bukunya. Kemudian guru mengambil tongkat dan diberikan kepada salah
satu peserta didik. Peserta didik yang mendapat tongkat tersebut harus menjawab
pertanyaan yang diberikan guru, dan demikian seterusnya.
d) Guru member keempatan kepada peserta
didik untuk melakukan refleksi terhadap materi yang telah dipelajari dan guru
member ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan peserta didik dan
selanjutnya bersama – sama merumuskan kesimpulan.
h.
Everyone
is Teacher Here
Metode ini merupakan cara yang tepat untuk mendapatkan
partisipasi kelas secara keseluruhan maupun individual dan member kesempatan
kepada siswa untuk berperan sebagai guru bagi teman – temannya. Langkah –
langkahnya :
a) Bagikan kertas/ kartu indeks kepada
seluruh peserta didik.
b) Setiap peserta didik diminta menuliskan
satu pertanyaan mengenai meteri pelajaran yang sedang dipelajari di kelas.
c) Kumpulkan kertas dan acak kemudian
bagikan kepada setiap peserta didik dan pastikan tidak ada yang mendapatkan
soalnya sendiri.
d) Minta kepada peserta didik untuk
membaca pertanyaan tersebut dalam hati dan minta untuk memikirkan jawabannya.
e) Minta kepada peserta didik untuk
membaca pertanyaan tersebut dan menjawabnya.
f) Setelah dijawab, minta kepada peserta
didik lainnya untuk menambahkan jawabannya.
i.
Tebak
Pelajaran
Dikembangkan untuk menarik pehatian siswa selama mengikuti
pembelajaran. Langkah – langkahnya :
a)
Tulislah
atau tayangkan melalui LCD subject matter dari pelajaran yang akan disampaikan.
b)
Mintalah
kepada siswa untuk menuliskan kata – kata kunci apa saja yang diprediksikan
muncul dari materi pelajaran yang akan disampaikan oleh guru.
c) Sampaikan meteri pembelajaran secara
interaktif.
d) Selama proses pembelajaran siswa
diminta menandai hasil prediksi mereka yang sesuai dengan materi yang
disampaikan oleh guru.
e) Diakhir pelajaran tanyakan berapa
jumlah tebakan mereka yang benar.
j.
Keunggulan pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan – keunggulan
dalam pembelajarannya, antara lain :
a.
Dengan
pembelajaran kooperatif maka setiap anggota dapat saling melengkapi dan
membantu dalam menyelesaikan setiap materi yang diterima sehingga setiap siswa
tidak akan merasa terbebani sendiri apabila tidak dapat mengerjakan suatu tugas
tertentu.
b.
Karena
keberagaman anggota kelompok maka memiliki pemikiran yang berbeda – beda
sehingga pemikirannya menjadi luas dan mampu melihat dari sudut pandang lain
untuk melengkapi jawaban yang lain.
c.
Pembelajaran
kooperatif cocok untuk menyelesaikan masalah – masalah yang membutuhkan
pemikiran bersama.
d.
Dalam
pembelajaran kooperatif para paserta didik dapat lebih mudah memahami materi
yang disampaikan karena bekerja sama dengan teman – temannya.
e. Dalam pembelajaran kooperatif memupuk
rasa pertemanan dan solidaritas sehingga diantara anggotanya akan terjadi
hubungan yang positif.
k.
Kelemahan pembelaajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif selain memiliki
keunggulan juga memiliki kelemahan – kelemahan antara lain :
a. Dalam pembelajaran kooperatif apabila
kelompoknya tidak dapat bekerjasama dengan baik dan kompak maka akan terjadi
perselisihan karena adanya berbagai perbedaan yang dapat menyebabkan
perselisihan.
b. Terkadang ada anggota yang lebih
mendominasi kelompok dan ada yang hanya diam, sehingga pembagian tugas tidak
merata.
c. Dalam pembelajarannya memerlukan waktu
yang cukup lama sebab harus saling berdiskusi bersama teman – teman lain untuk
menyatukan pendapat dan pandangan yang dianggap benar.
d. Karena sebagian pengetahuan didapat
dari teman dan yang menerangkan teman maka terkadang agak sulit dimengerti,
sebab pengetahuan terbatas.
2. Model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Model ini tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Model ini
dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan
masalah, keterampilan intelektual, belajar berperan berbagai orang dewasa
melalui pelibatan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi self-regulated kearner.
Sintaks model
pembelajaran berdasarkan masalah
Fase
|
Peran Guru
|
1.
Orientasi siswa kepada masalah
|
Guru menjelaskan
tujuan pembelajaran, menjelaskan segala hal yang akan dibutuhkan, memotivasi
siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
|
2.
Mengorganisasi siswa untuk belajar
|
Guru membantu
siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah
|
3.
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
|
Guru mendorong
siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen atau
pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
|
4.
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
|
Guru membantu
siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, melaksanakan
eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
|
5.
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
Guru membantu
siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan
|
2.
Model Pemebelajaran Langsung
1.
Pengertian
Model Pembelajaran Langsung
Model
pembelajaran langsung menekankan pada penguasaan konsep dan atau perubahan
perilaku dengan mengutamakan pendekatan deduktif. Pembelajaran langsung atau Direct instruction dikenal dengan
sebutan Active Teaching. Pembelajaran
langsung juga dinamakan whole-class
teaching. Teori pendukung pembelajaran langsung adalah teori behaviorisme
dan teori belajar sosial. Berdasarkan kedua teori tersebut, pembelajaran
langsung menekankan belajar sebagai perubahan perilaku. Behaviorisme menekankan
belajar sebagai proses stimulus – respon bersifat mekanis, teori belajar sosial
beraksentuasi pada perubahan perilaku bersifat organis melalui peniruan.[1]
Modelling adalah
pendekatan utama dalam pembelajaran langsung. Modelling berarti mendemonstrasikan suatu prosedur kepada peserta
didik. Modelling mengikuti urutan
sebagai berikut:1) Guru mendemonstrasikan perilaku yang hendak dicapai sebagai
hasil belajar (2) Perilaku itu dikaitkan dengan perilaku-perilaku lain yang
sudah dimiliki peserta didik (3) Guru mendemonstrasika berbagai bagian perilaku
tersebut dengan cara yang jelas, terstruktur, dan berurutan disertai penjelasan
mengenai apa yang dikerjakan setelah setiap langkah selesai dikerjakan (4)
Peserta didik perlu mengingat langkah-langkah yang dilihatnya dan kemudian
menirukannya.
Model-model
yang ada dilingkungan senantiasa memberikan rangsangan kepada peserta didik
yang membuat peserta didik memberikan tindak balas jika rangsangan tersebut
terkait dengan keadaan peserta didik. Ada tiga macam model yaitu: (1) Live model, adalah model yang berasal
dari kehidupan nyata (2) Symbolic model, adalah
model yang berasal dari perumpamaan (3) Verbal
description model, adalah model
yang dinyatakan dalam uraian verbal.
Pembelajaran
langsung dengan pendekatan modeling membutuhkan
penguasaan sepenuhnya terhadap apa yang dibelajarkan (dimodelkan) dan
memerlukan latihan sebelum menyampaikan dikelas. Modeling efektif juga menuntut peserta didik mempunyai atensi dan
motivasi terhadap perilaku yang dimodelkan. Tanpa hal tersebut proses
observasional lainnya yang dibutuhkan dalam pembelajaran langsung dengan modeling tidak akan berjalan optimal.
Proses yang dimaksud adalah retensi atau reproduksi.[2]
Atensi
adalah para peserta didik memperhatikan aspek-aspek kritis dari apa yang
dipelajari. Atensi adalah mengonsentrasikan dan memfokuskan sumber daya mental.
Salah satu keahlian penting dalam memperhatikan adalah seleksi. Atensi bersifat
seleksi karena sumber daya otak terbatas.
Reproduksi
merupakan upaya merekonstruksi citra mental dari informasi. Pengkonstrusian ini
terjadi pada elaborasi informasi. Elaborasi adalah ekstensifitas pemrosesan
informasi dalam penyandian. Pada tahap ini segala bayangan atau citra mental
maupun kode-kode simbolis yang berisi informasi pengetahuan dan perilaku yang
telah tersimpan dalam memori peserta
didik itu diproduksi kembali.
Pembelajaran
langsung dirancang untuk penguasaan pengetahuan procedural, pengetahuan
deklaratif (pengetahuan faktual) serta berbagai ketrampilan. Pembelajaran
langsung dimaksudkan untuk menuntaskan dua hasil belajar yaitu penguasaan
pengetahuan yang distrukturkan dengan baik dan penguasaan ketrampilan.
Sintak
pembelajaran langsung dapat dilihat pada tebelberikut:
Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran
FASE-FASE
|
PERILAKU
GURU
|
Fase 1: Establishing Set
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan
peserta didik.
|
Menjelaskan tujuan pembelajaran,
informasi latar belakang pelajaran, mempersiapkan peserta didik untuk belajar
|
Fase 2: Demonstrating
Mendemonstrasikan pengetahuan atau
ketrampilan
|
Mendemonstrasikan ketrampilan yang
benar, menyajikan informasi tahap demi tahap
|
Fase 3: Guided Practice.
Membimbing pelatih
|
Merencanakan dan memberi pelatihan
awal
|
Fase 4: Feed Back.
Mengecek pemahaman dan memberikan
umpan balik
|
Mengecek apakah peserta didik telah
berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik
|
Fase 5: Extended Practice
Memberikan kesempatan untuk pelatihan
lanjutan dan penerapan
|
Mempersiapkan kesempatan melakukan
pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada situasi yang lebih kompleks
dalam kehidupan sehari-hari.
|
Menurut
Daniel Muijs dan David Reynold, kelima fase pembelajaran langsung dapat
dikembangkan sebagai berikut: Directing.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada seluruh kelas dan memastikan bahwa
semua peserta didik mengetahui apa yang harus dikerjakan dan menarik peserta
didik pada poin-poin yang membutuhkan perhatain khusus.
a. Instructing.
Guru memberi informasi dan menstrukturalisasi dengan baik.
b. Demonstrating.
Guru menunjukkan, mendeskripsikan, dan membuat model dengan menggunakan sumber
serta Display Visual yang tepat.
c. Explaining and
Ilustrating. Guru memberikan penjelasan yang
akurat dengan tingkat kecepatan yang pas dan merujuk pada metode sebelumnya.
d. questioning and
Discussing. Guru bertanya dan memastikan seluruh
peserta didik ikut ambil bagian, dengan memberikan pertanyaan terbuka dan
tertutup serta memperhatikan dengan seksama respon jawaban dari peserta didik.
e. Cocolidating.
Guru memaksimalkan kesempatan menguatkan dan mengembangkan apa yang sudah
diajarkanmelaluai berbagai macam kegiatan dikelas.
f. Evaluating pupil’s
respon. Guru mengevaluasi presentasi hasil
kerja peserta didik.
g. Summarizing.
Guru merangkum apa yang telah diajarkan dan apa yang telah dipelajari peserta
didik selama dan menjelang akhir pelajaran, serta mengoreksi kesalahpahaman
yang mungkin terjadi.[3]
Pelaksanaan
model pembelajaran langsung membutuhkan lingkungan belajar dan system pengelolaan. Dalam pembelajan
langsung guru mengintruksasikan lingkungan belajarnya dengan sangat ketat,
mempertahankan fokus akademis, dan berharap peserta didik menjadi pengamat,
pendengar, partisipan yang tekun.
2. Tujuan Pembelajaran Langsung.
Pembelajaran
langsung memiliki dua tujuan utama. Dua tujuan utama dari pembelajaran langsung
adalah memaksimalkan waktu belajar siswa dan mengembangkan kemandirian dalam
mencapai dan mewujudkan tujuan pendidikan. Perilaku-perilaku guru yang tampak
berhubungan dengan prestasi siswa sesungguhnya juga berhubungan dengan waktu
yang dimiliki siswa dan rating kesuksesan mereka dalam mengerjakan tugas, yang
pada gilirannya juga berhubungan erat dengan prestasi siswa.
3. Kelebihan dan Keterbatasan Model Pembelajaran
Langsung
Semua
model pembelajaran yang digunkan dalam proses pembelajaran memiliki kelebihan
dan kekurangan. Berikut kelebihan dan kekurangan model pembelajaran langsung.
a. Kelebihan model
pembelajaran langsung.
1) Model
pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang
diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus
dicapai oleh siswa.
2) Dapat
diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
3) Dapat
digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang
mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan.
4) Dapat
menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual
yang sangat terstruktur.
5) Merupakan
cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan
yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah.
6) Dapat
menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif
singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa.
7) Memungkinkan
guru untuk
menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran (melalui presentasi
yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan antusiasme siswa.
8) Ceramah
merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa yang
tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam menyusun dan
menafsirkan informasi.
9) Secara
umum, ceramah adalah cara yang paling memungkinkan untuk menciptakan lingkungan
yang tidak mengancam dan bebas stres bagi siswa. Para siswa yang pemalu, tidak
percaya diri, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak merasa dipaksa dan
berpartisipasi dan dipermalukan.
10) Model
pembelajaran langsung dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam
bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana suatu permasalahan
dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaimana suatu pengetahuan
dihasilkan.
11) Pengajaran
yang eksplisit membekali siswa dengan ”cara-cara disipliner dalam memandang
dunia dengan menggunakan perspektif-perspektif alternatif” yang menyadarkan
siswa akan keterbatasan perspektif yang inheren dalam pemikiran sehari-hari.
12) Model
pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya ceramah) dan
mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok belajar dengan
cara-cara ini.
13) Ceramah
dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia secara
langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil
penelitian terkini.
14) Model
pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi siswa tantangan
untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang
seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat).
15) Demonstrasi
memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu tugas dan
bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini penting terutama jika siswa
tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam melakukan tugas
tersebut.
16) Siswa
yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila model
pembelajaran langsung digunakan secara efektif.
17) Model
pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru sehingga guru dapat terus
menerus mengevaluasi dan memperbaikinya.
b.
Keterbatasan Model Pembelajaran
Langsung:
1) Model
pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan
informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak
semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus
mengajarkannya kepada siswa.
2) Dalam
model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal
kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar,
atau ketertarikan siswa.
3) Karena
siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi
siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka.
4) Karena
guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi pembelajaran
ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan,
percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan
perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat.
5) Terdapat
beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi
dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran
langsung, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah,
kemandirian, dan keingintahuan siswa.
6) Model
pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator
yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan model
pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk menampilkan banyak
perilaku komunikasi positif.
7) Jika
materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model
pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang cukup
untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.
8) Model
pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai bagaimana materi
disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami atau dikuasai oleh
siswa. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara pandang ini.
9) Jika
model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan
kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit isi
materi yang disampaikan.
10) Jika
terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat siswa
percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka ketahui. Hal
ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran mereka
sendiri.
11) Karena
model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru sulit
untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini dapat membuat
siswa tidak paham atau salah paham.
12) Demonstrasi
sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya, banyak siswa
bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang dimaksudkan
oleh guru.
5.
Kontekstual
(CTL, Contextual Teaching and Learning)
a.
PENGERTIAN
Menurut Nur Hadi CTL
adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi
yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa.
Menurut Jonhson CTL
adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan untuk menolong para siswa
melihat siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan
cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka.
Jadi pengertian CTL
dari pendapat para tokoh-tokoh diatas dapat kita simpulkan bahwa CTL adalah
konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkanya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
2.
TUJUAN
a. Model
pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna
materi pelajaran yang dipelajarinya
dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari
sehingga siswa memiliki pengetahuan atu ketrampilan yang secara refleksi dapat
diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya.
b. Model
pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal
tetapi perlu dengan adanya pemahaman
c.
Model
pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa.
d.
Model
pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis
dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan
sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain
e.
Model
pembelajaran CTL ini bertujun agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna
f.
Model
pembelajaran model CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas
yang mengkaitkan materi akademik dengan konteks jehidupan sehari-hari
g.
Tujuan
pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara indinidu dapat menemukan
dan mentrasfer informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi
itu miliknya sendiri.
3.
STRATEGI-STRATEGI
PEMBELAJARAN CTL
Beberapa strategi
pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara konstektual antara lain :
a.
Pembelajaran
berbasis masalah.
Dengan memunculkan problem yang dihadapi
bersama,siswa ditantang untuk berfikir kritis untuk memecahkan .
b.
Menggunakan
konteks yang beragam.
Dalam CTL guru membermaknakan pusparagam
konteks sehingga makna yang diperoleh siswa menjadi berkualitas.
c.
Mempertimbangkan
kebhinekaan siswa.
Guru mengayomi individu dan menyakini
bahwa perbedaan individual dan social seyogianya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk
belajar saling menghormati dan toleransi
untuk mewujudkan ketrampilan interpersonal.
d.
Memberdayakan
siswa untuk belajar sendiri.
Pendidikan formal merupakan kawah
candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar untuk belajar mandiri
dikemudian hari.
e.
Belajar
melalui kolaborasi
Dalam setiap kolaborasi selalu ada siswa
yang menonjol dibandingkan dengan koleganya dan sisiwa ini dapat dijadikan
sebagai fasilitator dalam kelompoknya
f.
Menggunakan
penelitian autentik
Penilaian autentik menunjukkan bahwa
belajar telah berlangsung secara terpadu dan konstektual dan memberi kesempatan
pada siswa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya
g.
Mengejar
standar tinggi
Setiap seyogianya menentukan kompetensi
kelulusan dari waktu kewaktu terus ditingkatkan
dan setiap sekolah hendaknya melakukan Benchmarking dengan melukan study
banding keberbagai sekolah dan luar negeri
Berdasarkan
Center for Occupational Research and
Development (CORD) Penerapan strategi pembelajaran konstektual digambarkan
sebagai berikut:
a. Relatinng
Belajar dikatakan dengan konteks dengan
pengalaman nyata, konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk membantu peserta didik agar yang
dipelajarinya bermakna.
b. Experiencing
Belajar adalah kegiatan “mengalami
“peserta didik diproses secara aktif dengan hal yang dipelajarinya dan berupaya
melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji,berusaha menemukan dan
menciptakan hal yang baru dari apa yang dipelajarinya.
c. Applying
Belajar menekankan pada proses
mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dengan dalam konteks dan
pemanfaatanya.
d. Cooperative
Belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif
melalui kegiatan kelompok, komunikasi interpersonal atau hubunngan
intersubjektif.
e. Trasfering
Belajar menenkankan pada terwujudnya
kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.
4.
LANDASAN
FILOSOFI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Para pendidik yang
menyetujuai pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam semesta itu tidak hidup,tidak
diam ,dan alam semesta itu ditopang oleh tiga prinsip kesaling
ketergantungan,diferensiasi dan organisasi diri, harus menerapkan pandangan dan
cara berfikir baru mengenai pembelajaran dan pengajaran.
Menurut
JONHSON(2004) tiga pilar dalam system CTL antara lain :
a.
CTL
mencerminkan prinsip kesaling ketergantungan
Kesaling ketergantungan
mewujudkan diri.Misalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah
dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekanya .Hal ini tampak
jelas ketika subyek yang berbeda dihubungkan
dan ketika kenitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas.
b.
CTL
mencerminkan prinsip berdeferensiasi
Ketika CTL menentang
para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing ,untuk menghormati
perbedaan,untuk menjadi kreatif, untuk bekerja sama ,untuk menghasilkan gagasan
dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tabda
kemantapan dan kekuatan.
c.
CTL
mencerminkan prinsip pengorganisasian diri
Pengorganisasian diri terlihat para siswa mencari dan menemukan
kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda ,mendapat manfaat dari umpan
balik yang diberiakan oleh penilaian autentik,mengulas usaha-usaha mereka dalam
tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi dan berperan serta dalam
kegiatan-kegiatan yang berpusat pada sisiwa yang membuat hati mereka bernyanyi.
Landasan filosofi CTL adalah kontruktivisme, yaitu filosofi
belajar yang menekankan bahwa belajar
tidak hanya sekedar menghafal .siswa harus mengkontruksi pengetahuan dibenak
mereka sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan menjadi fakta atau proposisi
yang terpisah, tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan.
Kontruktivisme berakar pada filsafat pragmatiisme yang digagas John Dewey pada
awal abad ke-20 yaitu sebuah filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan
minat dan pengalaman siswa.
Anak akan belajar belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan
alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya
bukan hanya mengetahuinya.
5.
KOMPONEN-KOMPONEN
PEMBELAJARAN CTL
Komponen-komponen model
pembelajaran CTL ini antara lain :
a.
Kontruktivisme
Kontruktivisme adalah proses
membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman.
Pembelajaran ini harus dikemas
menjadi proses ”mengkontruksi” bukan menerima pengetahuan.
b.
Inquiry
Inquiry adalah proses pembelajaran
yang didasrkan pada proses pencarian penemuan melalui proses berfikir secara
sistematis.
Merupakan proses pemindahan dari
pengamatan menjadi pemahaman sehingga siswa belajar mengunakan ketrampilan
berfikir kritis.
Langkah-langkah dalam proses inquiry
antara lain :
a. Merumuskan
masalah
b. Mengajukan
hipotesis
c. Mengumpilkan
data
d. Menuji
hipotesis
e. Membuat
kesimpulan
c.
Bertanya
Bertanya dalah bagian inti belajar
dan menemukan pengetahuan .
d.
Masyarakat
belajar
Menurut Vygotsky dalam masyarakat
belajar ini pengetahuan dan pengalaman anak banyak dibentuk oleh komunikasi
dengan orang lain.
e.
Pemodelan
Pemodelan adalah proses pembelajaran
dengan memperagakan sebagai sustu contoh yang dapat ditiru oleh siswa.
f.
Refleksi
Refleksi adalah proses pengengalaman
yang telah dipelajari dengan cara mengerutkan dan mengevalusi kembali kejadian
atau peristiwa pembelajaran telah dilaluinya untuk mendapatkan pemahaman yang
dicapai baik yang bersifat positif maupun bernilai negative.
g.
Penilaian
nyata
Penilaian nyata adalah proses yang
dilukan oleh guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar
yang dilakukan oleh siswa.
6.
LANGKAH-LANGKAH
PEMBELAJARAN CTL
Langkah-langkah
pembelajaran CTL antara lain :
a.
Mengembangkan pemikiran
bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,menemukan
sendiri ,dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua
topic
c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
d.
Menciptakan masyarakat
belajar
e.
Menghadirkan model
sebagia contoh belajar
f.
Melakukan refleksi
diakhir pertemuan.
g.
Melakukan penialain
yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Ciri kelas yang menggunakan pendekatan konstektual :
a. Pengalaman
nyata
b. Kerja
sama, saling menunjang
c. Gembira,
belajar dengan bergairah
d. Pembelajaran
terintegrasi
e. Menggunakan
berbagai sumber
f. Siswa
aktif dan kritis
g. Menyenangkan,
tidak membosankan
h. Sharing
dengan teman
i.
Guru kreatif
7.
KELEBIHAN
DAN KELEMAHAN
Kelebihan dari model pembelajaran CTL :
a. Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus
sesuai dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam
PBM.
b. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam
mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat
lebih kreatif
c.
Menyadarkan
siswa tentang apa yang mereka pelajari.
d. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak
ditentukan oleh guru.
e. Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
f. Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
g.
Terbentuk sikap kerja
sama yang baik antar individu maupun kelompok.
Kelemahan dari model
pembelajaran CTL :
a.
Dalam
pemilihan informasi atau materi dikelas
didasarkan pada kebutuhan siswa padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan
siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan kesulitan dalam menetukan materi
pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama
b.
Tidak
efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM
c.
Dalam
proses pembelajaran dengan model CTL
akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang
memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri
bagi siswa yang kurang kemampuannya
d.
Bagi
siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar
ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung
dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap
pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan
mengalami kesulitan.
e.
Tidak
setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan
yang dimiliki dengan penggunaan model CTL
ini.
f.
Kemampuan
setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi
namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami
kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada kemampuan
intelektualnya.
g.
Pengetahuan
yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
h.
Peran
guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru hanya
sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan
berusaha sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan
pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan
C. PENUTUP
Guru
adalah profesi yang sangat mulia diantara profesi yang lain. Dengan kesabaran
dan keprofesinalannya seorang guru berusaha mentransfer segala apa yang
dimilikinya kepada anak didik tanpa lelah, setiap hari dan setiap saat. Seorang
guru senantiasa dituntut untuk melakukan pembaharuan dalam melaksanakan tugas
dan perannya sebagai pendidik. Melalui penerapan dan pemodifikasian model
pembelajaran yang sedang berkembang saat ini diharapkan anak didik menjadi
subjek belajar yang baik dan generasi yang mandiri, mampu menciptakan sesuatu
secara kreatif dan inovatif tanpa harus meniru bangsa lain.
Tanpa
mengurangi makna sebenarnya dari pembelajaran, marilah kita berusaha
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, sehingga mampu mengubah image belajar sebagai suatu keterpaksaan
menjadi suatu kebutuhan, dengan cara membawa peserta didik menikmati sisi-sisi
keindahan dan kemenarikan dari suatu materi pelajaran yang sedang dipelajarinya
dalam kemasan model pembelajaran yang tepat. Semoga kita termasuk guru yang
dapat menciptakan kesenangan dalam belajar, bahkan kalau mungkin dapat
menye-babkan anak didik kecanduan belajar. Hidup ini penuh pilihan, semoga pilihan kita sebagai guru
adalah pilihan yang tepat untuk masuk surga (Amiiin).
DAFTAR PUSTAKA
Aleks Masyunis.
(2000). Strategi kualitas pendidikan MIPA di LPTK. Makalah pada Seminar
Nasional FMIPA UNY tanggal 22 Agustus 2000.
Ball,
D. L. (1988). Unlearning to teach
mathematics. East Lansing : Michigan State University, National Center for
Research on Teacher Education.
Brandt, Ronald. (1993). What do you mean professional. Educational Leadership. Nomor 6 50,
March.
Canella
& Reiff .(1994). Individual constructivist teacher education: Teachers as
empowered learners. Teacher Education
Quarterly, 21(3), 27-28.
Carolin Rekar Munro. (2005). “Best Practices” in teaching and learning : Challenging current
paradigms and redefining their role in education. The College Quarterly. 8
(3), 1 – 7.
Dedi Supriadi. (1999). Mengangkat citra dan martabat guru. Yogyakarta : Adicita Karya
Nusa.
Johnson, E. B. (2002). Contextual teaching and learning. California: A Sage Publications
Company, Corwin Press, Inc.
Kok Siang Tan, Ngoh Khang Goh, & Lian Sai Chia.
(2006). Bridging the cognitive – affective gap : teaching chemistry while
advancing affective objectives. Journal
of Chemical Education. 83 (1), 59 – 63.
Mel Silberman. (2002). Active learning : 101 Strategi pembelajaran
aktif. Yogyakarta : Yappendis
Sardiman, A. M. (2004). Interaksi dan motivasi belajar-mengajar. Jakarta: Rajawali.
Sheal, Peter. (1989). How to develop and present staff training courses. London : Kogan
Page Ltd.
Suyanto.
(2007). Tantangan profesional guru di era global. Pidato Dies UNY 27 Mei 2007. Yogyakarta
: UNY.
Tjipto Utomo dan Kees Ruijter. (1994). Peningkatan dan pengembangan pendidikan.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar